Rumah Sakit Bermutu


  1. Bagaimana hubungan dari manajemen (CEO), staf medis, pegawai (employee) dan governing board? Jelaskan skema model tanggung jawab di dalam RS ? Apa yang harus dilakukan terhadap ke empat unsur dalam skema tersebut, agar tercipta rumah sakit yang bermutu?

  2. Dari ilustrasi kasus / keluhan terhadap pelayanan RSU berikut, buatlah analisis , kenapa masalah tersebut bisa terjadi. Menurut anda, bagaimana mutu RS tersebut? (Jelaskan dari 5 dimensi mutu servqual). Bagaimana saran anda untuk membuat rumah sakit tersebut menjadi bermutu? Jelaskan!




Penjelasan

1.

Rumah Sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, karena selain memiliki fungsi sebagai pelayanan, rumah sakit juga menjalankan fungsi pendidikan, penelitian, pembangunan, sosial dan administrasi kesehatan dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutu rumah sakit di semua tingkatan. Keorganisasian di dalam rumah sakit dirasa memiliki pengaruh kuat terhadap terwujudnya tujuan bersama yang diiginkan oleh rumah sakit, manajemen, staf medis, pegawai dan governing board.

Keorganisasian dalam rumah sakit menurut UU 44/2009 tentang Rumah Sakit, paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan. Lebih sederhana lagi, organisasi di dalam rumah sakit terdiri atas hubungan staf medis (medical staff), administrator atau CEO (manajemen), pegawai serta Governing Board. CEO, staf medis dan governing board adalah tiga organ yang memegang kekuasaan yang sumbernya dan peranannya pun berbeda. Tetapi keterkaitan antara ketiganya merupakan kunci pemerintahan RS sehingga perlu diatur dan diselaraskan dalam rangka menjalankan kewenangan dan tanggungjawab masing-masing. Struktur organisasi di dalam RS pemerintah (BLU, non BLU, BUMN) dan swasta (PT, Yayasan) terdapat perbedaan terutama dalam kewenangan dan posisi governing body nya.

Hubungan antara keempat unsur tersebut dapat diterangkan sesuai dengan peranan dan fungsi masing-masing. Administrator atau CEO memiliki peranan dalam Rumah Sakit memiliki kekuasaan dan memegang tanggungjawab segala menejemen disemua bagian Rumah Sakit, membuat kebijakan, tidak tergabung dalam komite dan organisasi staf medis serta merupakan perwakilan eksekutif dari manajemen Rumah Sakit. Seorang CEO tentu diharap harus mampu memimpin potensi keilmuan dan keahlian yang dimiliki oleh kelompok dokter dan perawat, yang merupakan bentuk garda terdepan dari pelayanan kesehatan di RS. Keberhasilan seorang CEO dalam menerapkan mutu pelayanan yang baik sebenarnya merupakan prestasi pemimpin walaupun hal tersebut merupakan proses dan kerjasama semua pihak. Administrator atau CEO mendapatkan wewenang formal atau mandat dari Governing Body untuk menjalankan manajemen rumah sakit sesuai dengan visi misi yang ada. CEO juga memiliki wewenang terhadap pegawai / karyawan yang dipekerjakan di institusi tersebut. Tetapi tidak memiliki wewenang yang besar kepada staf medis, seperti pemberhentian.

Pekerja (employee) dalam UU Ketenagakerjaan 13/2000 adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah / imbalan dalam bentuk lain. Dalam hal ini pihak manajemen adalah sebagai pemberi kerja. Pekerja / pegawai rumah sakit juga merupakan individu yang menyediakan pelayanan perawatan pasien tetapi bukan merupakan staf medis. Memiliki tanggung jawab tugas sesuai dengan bagian dan posisi pekerjaannya masing-masing. Membantu dalam penyelenggaraan pelayanan staf medis dan bertanggungjawab kepada CEO.

Medical Staff terdiri atas semua dokter yang berlisensi dan telah memiliki hak oleh dewan (board) untuk merawat pasien rumah sakit. Di Indonesia terdapat Komite Medik sebagai Organisasi Staf Medik yang langsung bertanggung jawab kepada pemilik. Staf medis bersama dengan CEO membuat rekomendasi bersama kepada dewan terkait dengan aktivitas perbaikan mutu Staf Medis. Dewan melalui CEO, bertanggungjawab pada penyediaan Staf Medis dengan kebutuhan bantuan secara administrasi untuk mengadakan perbaikan mutu sesuai dengan perencanaan perbaikan mutu Rumah Sakit.

Tugas dari Staf medis seperti dijelaskan berikut, antara lain: 1) Kewajiban memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien. 2) Kewajiban merujuk pasien ke dokter, dokter spesialis, dokter gigi atau dokter gigi spesialis lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan. 3) Kewajiban merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Governing Body rumah sakit pada intinya adalah badan yang menjadi penghubung formal antara sistem di dalam rumah sakit dengan masayarakat. Governing Body Rumah Sakit adalah unit terorganisasi yang bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan dan objektif rumah sakit, menjaga penyelenggaraan asuhan pasien yang bermutu, dengan menyediakan perencanaan serta manajemen institusi. ( Samsi Jacobalis, 2002)

Untuk keanggotaan Governing Body ini merupakan tokoh masyarakat yang terdiri dari warga yang terhormat, para ahli, pengusaha, sebagai orang-orang yang dipercayakan untuk mengatur rumah sakit, sebagai relawan tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan apapun dari rumah sakit. Sebagai badan otoritas tertinggi yang mewakili pemilik rumah sakit ini, governing body berfungsi sebagai: a) Mengangkat Asministrator / CEO/ Manajemen/ Direksi, b) Menetapkan perencanaan jangka panjang serta tujuan organisasi, c) Menyetujui anggaran tahunan, d) Mengangkat Anggota Staff Medik, e) Mengawasi keuangan sesuai dengan perencanaan dan anggaran, f) Merupakan penanggung jawab tertinggi untuk mutu layanan kepada pasien dan masyarakat.

Penjelasan atas peran masing-masing bagian telah setidaknya memberikan pengertian tentang hubungan 4 unsur tersebut dalam keorganisasian Rumah sakit.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan perbaikan mutu di Rumah Sakit, perlu diingat bahwa dibutuhkan persepsi yang sama dari dewan, direktur, manajer, dokter, perawat, hingga pegawai dalam rangka usaha perbaikan mutu. Dengan adanya persepsi yang sama tentu akan lebih mudah memperbaiki pelayanan dibandingkan hanya beberapa bagian saja yang terus berupaya memperbaiki diri. Komitmen itu pula juga perlu dijaga.

Dalam perjalanannya, penjagaan mutu pelayanan yang baik tidaklah mudah. Rumah sakit yang tidak bisa membaca situasi internal maupun eksternal Rumah Sakitnya dapat saja mengalami kegagalan dalam proses peningkatan mutunya. Beberapa hal yang menyebabkan kegagalan dari penerapan mutu antara lain adalah: 1) Delegasi dan Kepemimpinan yg tidak baik, 2) Kerjasama tim yang tidak maksimal, 3) Harapan yg terlalu berlebihan dan tdk realistis, serta 4) Kegagalan pemberdayaan dari sumberdaya. Untuk itulah pengelolaan Rumah Sakit harus benar-benar dilaksanakan secara profesional, dan bersama-sama baik pimpinan, manajemen, staf medis, pegawai dilaksanakan secara terpadu.

2.

Contoh dari Ilustrasi kasus pada no 3-5 membahas tentang tema yang sama mengenai Pelayanan pada peserta Jamkesmas di Rumah Sakit pada tahun 2009 dan 2010. Kebutuhan masyarakat akan layanan rumah sakit yang bermutu semakin meningkat seiring dengan semakin lebih membaiknya perekonomian dan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Dengan program jamkesmas ini pula diharapkan kesehatan yang merupakan hak dan investasi dan semua warga negara berhak atas kesehatannya termasuk masyarakat miskin. Bahkan hak ini juga diberikan kepada anak terlantar, gelandangan dan pengemis serta semua biaya dianggarkan dari APBN, tetapi masih saja pelayanan tidak maksimal.

Pertumbuhan rumah sakit (RS) di Indonesia cukup tinggi dalam kurun sepuluh tahun ini. Tetapi, pertumbuhan tersebut tidak menunjukkan baiknya kualitasnya. Rumah Sakit pemerintah yang saat ini  berbentuk BLU, selain harus melaksanakan fungsi sosialnya, juga harus membantu melaksanakan program kesehatan nasional, khususnya di bidang perumahsakitan. Sehingga dengan demikian pengelolaan rumah sakit harus bisa mencari keuntungan dan sekaligus dapat melaksanakan fungsi sosial.

Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang populer dijadikan acuan adalah model SERVQUAL (Service Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1990). SERVQUAL dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama, yaitu persepsi pelanggan atas layanan nyata yang mereka terima (Perceived Service) dengan layanan yang sesungguhnya yang diharapkan/diinginkan (Expected Service). Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan bermutu, sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan dikatakan tidak bermutu. Apabila kenyataan sama dengan harapan maka layanan tersebut memuaskan.

Menurut Parasuraman (1990), ada 5 dimensi SERVQUAL sebagai berikut:
1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu instansi dalam menunjukkan eksistensinya pada pihak pelanggan.

Merupakan penampilan fisik, sarana dan prasarana Rumah Sakit dan keadaan lingkungan sekitarnya meliputi fasilitas fisik (Gedung, parkir, dan lainnya), teknologi (peralatan dan perlengkapan yang dipergunakan), serta penampilan pegawai Rumah Sakit. Dalam hal ini rumah sakit-rumah sakit tersebut masih belum memprioritaskan pelayanan mereka terhadap pasien jamkesmas, karena masih terdapat penolakan dari pihak Rumah sakit terkait tempat tidur yang penuh, tidak ada tenaga dan peralatan memadai. Berawal dari penampilan luar rumah sakit ini sudah menunjukkan ketidakpuasan dan keputusasaan bagi para calon pasien rumah sakit.

2. Reliability, atau keandalan yaitu kemampuan rumah sakit untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Harus sesuai dengan harapan pelanggan berarti kinerja yang tepat waktu, pelayanan tanpa kesalahan, sikap simpatik dan dengan akurasi tinggi.

Di dalam contoh kasus terlihat bahwa keandalan rumah sakit dalam melayani pasien jamkesmas kurang dengan tindakan penolakannya. Hal tersebut tidak sesuai dengan hal yang semestinya diberikan oleh pelayanan yang ada. Penelitian dari LSM juga menemukan masih banyaknya pasien jamkesmas yang masih harus mengelurakan biaya ratusan ribu serta keluhan-keluhan terhadap fasilitas, tenaga kesehatan, pelayanan juga dibuktikan dengan data yang ada.

3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas.

Secara sederhana ketanggapan diartikan sebagai kemauan untuk membantu pasien dan tanpa membiarkan pasien menungu terlalu lama tanpa alasan yang jelas. Masih perlu banyak dilakukan kajian dan pembenahan dalam kebijakan pelayanan rumah sakit ini.

4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopan santunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya pelanggan.

Jaminan dan kepastian ini merupakan suatu sikap yang pasien dapatkan seperti keramahtamahan, komunikasi yang baik, jaminan akan keamanan, kesehatan pasien  sehingga dapat mempercayai pelayanan yang didapatnya. Dan sepertinya itu belum berjalan dengan baik mengingat hampir 50% pasien masih mengeluhkan pelayanan di rumah sakit-rumah sakit tersebut. Kepastian dari pemerintah untuk memberikan solusi juga masih belum terasa masyarakat jamkesmas.

5. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pasien.

Sepertinya ada hal yang membebani dan membuat pihak rumah sakit itu belum memberikan pelayanan yang baik kepada pasien jamkesmas yang datang untuk menerima pengobatan. Anggapan bahwa orang miskin memang tidak boleh sakit mungkin perlu dihilangkan sehingga muncul rasa emphati selayaknya tenaga kesehatan kepada pasiennya. Dengan adanya jamkesmas dan jamkesda yang dibiayai oleh pemerintah seharusnya pihak rumah sakit tidak ragu dalam memberikan pelayanannya. Perlu dijalin hubungan yang baik antara pemerintah, dinas kesehatan dan rumah sakit, karena hak kesehatan dan suksesnya program membutuhkan partisipasi dan dukungan pihak-pihak yang terkait.

Kelima dimensi mutu yang dijelaskan diatas jelas memberikan hasil yang jelek tentang kualitas mutu rumah sakit-rumah sakit tersebut. Saran yang dapat diberikan, seperti yang telah LSM sebutkan juga, bahwa perlu adanya perbaikan kebijakan pelayanan rumah sakit dengan mengesahkannya PP Badan Pengawas Rumah Sakit seperti yang tertuang dalam UU Kesehatan 36/2009. Kebijakan itu sebagai pengawasan dan penegakan sanksi bagi yang melanggar peraturan perundangan. Jaminan kesehatan ini telah ada sejak Askeskin tetapi hingga saat ini pelaksanaanya masih belum baik. Memang perlu kesadaran bersama terutama pihak rumah sakit agar pasien tidak takut berobat ke layanan kesehatan. Kesadaran dan persepsi yang baik diantara dinas kesehatan dan pihak rumah sakit untuk itu menteri kesehatan telah membentuk Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) yang tersebar diseluruh provinsi di Indonesia. Tugas dan tanggungjawab DKR ini adalah menjembatani dan memberikan advokasi bagi masyarakat miskin peserta Jamkesmas yang mengalami kendala dalam masalah kesehatan di daerah serta memastikan para peserta jamkesmas mendapatkan hak mereka. Semoga fasilitas ini dapat benar-benar membantu pemecahan solusi terkait permasalahan pasien jamkesmas sekarang ini. Banyak program-program kesehatan yang positif diprogramkan tetapi jika tidak ada dukungan dan partisipasi semua pihak tentu akan sia-sia dan jauh dari efektivitas dan efisiensi.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anonim. 2011. Pedoman Penyusunan Hospital By Law. Diakses dari halaman http://www.konsultanrumahsakit.com/home/index.php?page=detail&cat=2&id=260

Handayani, Sri. 2010. Ilmu Politik dan Kebijakan Kesehatan. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Kementerian Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.

Rome Memorial Hospital, Inc. Bylaws.

Wirawan, Murti W. Organisasi Rumah Sakit Governing Body Fungsi, Peran, Tugas, Tanggung Jawab Dan Wewenang. Diunduh dari halaman http://eprints.undip.ac.id/

 

Disusun Oleh:

Anggit Tinarbuka AW

Mata kuliah Administrasi Rumah Sakit dan Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan

BAGIAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO 2011

Tag: rumah sakit bermutu, mutu rumah sakit, hospital by law, fungsi rumah sakit, peran rumah sakit, tuas rumah sakit, wewenang rumah sakit
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url