Kenapa Redenominasi Rupiah? Penyederhanaan Nilai Mata Uang Rupiah
Redenominasi mata uang Rupiah telah lama menjadi perbincangan di Indonesia. Meskipun rencana ini hanya menjadi wacana belaka dan belum terealisasi, Gubernur Bank Indonesia, Ferry Warrio, dengan tegas menyatakan bahwa bank sentral siap melaksanakan redenominasi. Pertanyaannya adalah, mengapa rencana ini belum direalisasikan? Dalam artikel ini, kita akan mengupas lebih dalam mengenai rencana redenominasi Rupiah dan prospeknya.
Asal Usul dan Sejarah Redenominasi Rupiah
Pada pertengahan tahun 2013, Kementerian Keuangan sempat mengeluarkan ilustrasi uang hasil redenominasi Rupiah yang menampilkan desain gambar yang berbeda dengan pemotongan tiga angka nol. Setelah penyederhanaan, uang pecahan 100 ribu Rupiah ditulis menjadi Rp100. Namun, rencana redenominasi ini tenggelam dan tidak mendapatkan kelanjutan.
Pada 29 Juni 2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani menaikkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 77 PMK nomor 1 tahun 2020 tentang rencana strategis Kementerian Keuangan tahun 2020 hingga 2024. Dalam peraturan tersebut, rencana penyederhanaan nilai Rupiah dimasukkan sebagai salah satu program legislasi nasional jangka menengah yang ditargetkan selesai antara tahun 2021 hingga 2024.
Sebenarnya, pemerintah Indonesia pernah melakukan redenominasi Rupiah pada tahun 1965, di mana Bank Indonesia menerbitkan pecahan Rp1 yang setara dengan Rp1.000 untuk mencapai kesatuan moneter di wilayah Indonesia.
Redenominasi Rupiah: Apa dan Mengapa?
Pada rapat dewan Gubernur bulan Juni 2023, Gubernur Bank Indonesia, Periwardjo, mengungkapkan bahwa Bank Indonesia telah menyiapkan desain dan tahapan implementasi redenominasi Rupiah. Namun, landasan hukum kebijakan ini harus disepakati oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu, masyarakat diminta bersabar.
Hal penting yang perlu diklarifikasi adalah bahwa redenominasi bukanlah pemotongan uang seperti yang banyak disalahpahami. Menurut siaran pers Bank Indonesia Nomor 12, redenominasi adalah penyetaraan nilai Rupiah baik dalam nilai uang maupun nilai barang. Hanya beberapa angka nol yang dihilangkan.
Redenominasi bertujuan untuk menyederhanakan penulisan nilai barang, jasa, dan alat pembayaran. Proses redenominasi biasanya dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil dan menuju ke arah yang lebih sehat.
Gubernur Bank Indonesia periode 2013 hingga 2018, Agus Martowardojo, menyebutkan bahwa penyederhanaan nilai Rupiah bertujuan untuk membuat mata uang ini terlihat lebih efisien, berdaulat, dan bergengsi. Dengan mengurangi nilai nol, efisiensi dan aktivitas ekonomi semakin meningkat, sehingga Rupiah dapat sejajar dengan mata uang negara lain di dunia.
Redenominasi juga mempercepat waktu transaksi, mengurangi risiko human error, dan menyederhanakan pencantuman harga barang dan jasa.
Dampak dan Risiko Redenominasi Rupiah
Namun, redenominasi juga harus mempertimbangkan hal-hal yang perlu diperhatikan. Misalnya, meningkatnya biaya pencetakan uang baru dan biaya sosialisasi kepada masyarakat. Jika implementasi kebijakan ini dilakukan pada waktu yang salah, dampaknya dapat menjadi negatif, seperti terjadinya inflasi yang melonjak. Redenominasi telah dilakukan oleh sejumlah negara dengan hasil yang beragam. Namun, tidak semua negara berhasil menerapkan redenominasi dengan sukses.
Turki
Pada tahun 2005, Turki menerapkan redenominasi pada mata uang Lira dengan menghilangkan enam angka nol. Penerapan ini dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan stabilitas perekonomian dalam negeri selama tujuh tahun.
Brazil
Brazil misalnya, melakukan redenominasi enam kali, tetapi tidak berhasil dan malah berdampak negatif pada perekonomian negara tersebut.
Rusia
Rusia juga pernah melakukan redenominasi dengan mengubah seribu rubel menjadi satu rubel baru. Namun, upaya ini gagal karena dianggap merampas kekayaan masyarakat.
Korea Utara
Korea Utara juga mengalami kegagalan dalam redenominasi mata uang won, yang berujung pada pembatasan jumlah uang kertas lama yang dapat ditukar dengan uang kertas baru.
Dalam upaya membuat Rupiah lebih efisien dan bergengsi, redenominasi dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan menyederhanakan transaksi. Sejumlah negara telah mencoba redenominasi dengan hasil yang bervariasi. Oleh karena itu, keputusan penerapan redenominasi Rupiah harus dilakukan dengan cermat dan mempertimbangkan kondisi ekonomi serta kebutuhan masyarakat Indonesia.