Kondisi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Berdasarkan MDG-4 & MDG-5 di Indonesia dan Kota Salatiga serta Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
Kondisi Kesehatan Ibu dan Anak Indonesia
Pembangunan serta berbagai upaya di bidang kesehatan merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional Indonesia. Pembangunan
ini ditujukan untuk menciptakan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera
lahir dan batin sesuai yang diamanatkan dalam uraian Pembukaan Undang-Undang
Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) demi memajukan kesejahteraan umum serta mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi rakyat Indonesia.1 Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dijelaskan
bahwa upaya kesehatan merupakan serangkaian kegiatan yang
terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat oleh pemerintah dan atau masyarakat. Upaya
kesehatan ini diwujudkan dalam bentuk kegiatan pencegahan penyakit (preventif), peningkatan kesehatan (promotif), pengobatan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif).2 Upaya-upaya
kesehatan bagi masyarakat ini merupakan perwujudan penyelenggaraan pembangunan
di bidang kesehatan.
Untuk dapat mencapai pembangunan kesehatan Indonesia, harus ada
sistem yang mendukungnya. Sistem yang kemudian diselenggarakan dalam Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) memadukan berbagai upaya guna menjamin tercapainya
pembangunan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia dapat terwujud.3 Kesinambungan dan keberhasilan
pembangunan kesehatan seiring waktu selalu menghadapi berbagai masalah dan
tantangan yang dipengaruhi oleh
perkembangan demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Dalam aspek global,
pembangunan nasional berkomitmen untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan
milenium di tahun 2015 yang tersusun dalam MDGs di berbagai bidang pembangunan
nasional termasuk bidang kesehatan.4
Capaian MDG's
Millenium Development Goals (MDGs)
merupakan tujuan pembangunan serta cita-cita yang secara disepaki secara global
oleh para pemimpin dunia dalam Millenium Summit tahun 2000 yang
merupakan agenda penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adapun
tujuan-tujuan yang terangkum di dalamnya mencakup hak setiap orang untuk bebas
dari kelaparan dan kemiskinan, mendapatkan pendidikan dasar, persamaan gender,
menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, melawan HIV/AIDS,
malaria serta penyakit lain, menjaga kelestarian lingkungan serta mengembangkan
kerjasama global.5 Sebagai salah satu negara berkembang di dunia,
Indonesia pun ikut serta dalam agenda milenium ini.
mdg's 4 dan 5 |
Adapun dua poin tujuan MDGs dalam aspek kesehatan yang ingin
dicapai Indonesia antara lain adalah tujuan ke-4 dan ke-5. Tujuan ke-4 dari
MDGs untuk menurunkan Angka Kematian Anak ini berisi target untuk menurunkan
Angka Kematian Balita (AKABA) sebesar 2/3 nya antara tahun 1990-2015 yaitu
menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup. Serta menurunkan Angka Kematian Bayi
(AKB) menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup.6 Pada tahun 1960 angka kematian bayi (AKB)
Indonesia masih sangat tinggi yaitu 216 per 1000 kelahiran hidup.7
Kemudian di awal penyelenggaraan MDGs tahun 1991, AKB di Indonesia telah jauh
mengalami penurunan menjadi 68 per 1.000 kelahiran hidup.
Angka Kematian
Bayi menjelaskan tentang banyaknya kematian bayi berumur di bawah 1 tahun
dibandingkan jumlah kelahiran dalam satu tahun per 1.000 kelahiran hidup.8 Dalam laporan
MDGs tahun 2007 disebutkan bahwa sebesar 67% atau 2/3 dari kematian bayi kematian
neonatal (bayi usia 0-28 hari).9
Fenomena dua pertiga ini berlanjut dengan 2/3 dari kematian neonatal merupakan
kematian perinatal (bayi usia 0-7 hari), dan 2/3 dari kematian perinatal
merupakan kematian bayi baru lahir pada hari pertama.10 Sehingga apabila
kesehatan neonatal dan perinatal membaik, menjadi indikator meningkatnya
kesehatan bayi pula.
Berdasarkan
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, pencapaian AKB di tahun 2007 telah
membaik menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup.11 Meskipun angkanya
telah menurun, namun AKB di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibanding
dengan anggota ASEAN yaitu 4,6 kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,3 kali lebih
tinggi dari Filipina dan 1,8 kali lebih tinggi dari Thailand.9
Kemudian pada tahun 2012 AKB Indonesia menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup
berdasarkan laporan pendahuluan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI).12 Dengan capaian ini diperlukan usaha dan upaya yang lebih
untuk dapat mewujudkan target MDG 4 di tahun 2015 dan target Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2014 sebesar 24 per 1.000 kelahiran
hidup (KH).13
Gambar 1.1.
Pencapaian dan Target AKB Nasional
Tujuan ke-5 dari MDG’s merupakan komitmen Indonesia untuk
meningkatkan Kesehatan Ibu dengan menurunkan Angka Kematian
Ibu (AKI) sebesar 3/4 nya dalam kurun waktu 1990-2015 menjadi 102 per 100.000
kelahiran hidup.7 Angka Kematian Ibu ini menggambarkan tentang
banyaknya kematian wanita karena kehamilan, persalinan, nifas dengan jumlah
kelahiran hidup dalam satu tahun per 100.000 kelahiran hidup (KH).14
Meskipun AKI
Indonesia sudah mengalami penurunan menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, akan tetapi komplikasi
kehamilan dan persalinan belum dapat ditangani sepenuhnya karena masih terdapat
sekitar 11.000 ibu yang meninggal per tahun.7, 15 Kemudian pada
tahun 2010, AKI Indonesia mencapai 220 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan di
tahun 1991 sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup.13, 16 Dengan
kondisi seperti ini target MDG’s untuk menurunkan AKI sesuai target pada tahun
2015, yaitu 1 tahun lagi akan sulit dicapai. Begitu pula dengan target yang
ingin dicapai dalam RPJMN 2014 sebesar 118 per 100.000 kelahiran hidup.13
Gambar 1.2.
Pencapaian dan Target AKI Nasional
Kematian Ibu
ini pantas menjadi perhatian karena merupakan salahsatu indikator keberhasilan
pembangunan di bidang kesehatan. AKI juga sebagai bagian dari cerminan nasional
dan daerah dalam meningkatkan IPM (Indeks Pembangunan Manusia).17
Penyebab utama dari kematian ibu yang terjadi adalah karena terjadinya
pendarahan, infeksi, eklampsia, sepsis, aborsi, partus macet, kehamilan tidak
diinginkan, dan lain-lain. Penyebab langsung ini, 90% terjadi pada saat
persalinan.18 Sedangkan penyebab tidak langsung dari kematian ibu
dikarenakan 3 (tiga) faktor terlambat dan 4 (empat) faktor terlalu.19
Penurunan AKI
ditentukan oleh berbagai faktor yang tidak hanya berada di sektor kesehatan,
oleh sebab itu diperlukan upaya yang sistematis dan terfokus untuk menjawab
masalah ini. Faktor penyebab kematian ibu seperti yang diketahui sangatlah
kompleks. Selain faktor penyebab langsung maupun tidak langsung seperti yang
disebutkan sebelumnya, ada pula faktor lain yaitu:10
a.
Faktor sistem pelayanan. Yaitu sistem pelayanan antenatal, sistem
pelayanan persalinan dan sistem pelayanan pasca persalinan dan pelayanan
kesehatan anak.
b.
Faktor ekonomi, sosial budaya dan peran serta dari masyarakat.
Yaitu kurangnya pengenalan masalah, terlambatnya proses pengambilan keputusan,
kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan, pengarusutamaan gender, dan peran
masyarakat dalam kesehatan ibu dan anak.
Sehingga untuk menghadapi tantangan tersebut,
tiga hal yang diyakini paling efektif untuk direkomendasikan adalah peningkatan
upaya pelayanan antenatal, persalinan oleh tenaga kesehatan dan pelayanan dasar
serta komprehensif untuk darurat obstetri.9
Baik AKI maupun AKB di Indonesia besarnya sangat beragam menurut
daerah.10 Berdasarkan data Kementerian Kesehatan sekitar 52,6% dari
jumlah total kejadian kematian ibu di Indonesia dan sebesar 58,1% dari total
kematian neonatal nasional justru berasal dari enam provinsi besar yang
memiliki pelayanan kesehatan yang baik. Keenam provinsi tersebut yaitu Sumatera
Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.20
Sehingga perlu dilakukan percepatan penurunan AKI dan AKB dengan melihat
kondisi angka kematian di daerah kabupaten/kota masing-masing serta dengan mengupayakan
kerjasama di segala bidang.21 Institusi pelayanan kesehatan
kabupaten/kota memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam
pembangunan kesehatan di daerah terutama dalam penurunan AKI dan AKB dimana
dikaitkan dengan desentralisasi pemerintah daerah.21 Jadi apabila
pembangunan kesehatan di daerah-daerah dapat dilaksanakan dengan baik dan
merata, maka akan didapatkan status kesehatan yang baik secara nasional.
Kesehatan Ibu dan Anak di Jawa Tengah
Kondisi kesehatan provinsi Jawa Tengah sendiri yang bersumberkan
Buku Saku Kesehatan Jateng, di tahun 2012 AKB sebesar 10,75 dan AKI sebesar
116,34 berhasil dicapai.22 Adapun pencapaian AKI dan AKB Jawa Tengah dalam 5 tahun ini
fluktuatif dari tahun ke tahun. Walaupun angka tersebut telah melebihi target
nasional yang ditetapkan, akan tetapi besarnya AKI dan AKB sangat beragam di tiap provinsi di Indonesia.
Adapun di Jawa sendiri dibandingkan dengan 5 provinsi lainnya, kondisi
kesehatan Jawa Tengah berdasarkan capaian AKB belum dapat dikatakan baik
dibandingkan provinsi lainnya. Justru dalam profil kesehatan Indonesia 2012
disebutkan bahwa angka kematian anak provinsi Jawa Tengah mengalami banyak
peningkatan dibandingkan dengan keadaan 5 tahun sebelumnya.23
Tabel 1.1. Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi Jawa Tengah
tahun 2009-201322, 24
Tahun
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
AKI (per 100.000 kelahiran hidup)
|
117,02
|
104,97
|
116,01
|
116,34
|
515 kasus
|
AKB (per 1.000 kelahiran hidup)
|
10,25
|
10,62
|
10,34
|
10,75
|
3.759 kasus
|
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Tabel 1.2. Angka Kematian Bayi menurut Provinsi di Jawa12, 23
Provinsi
|
DKI Jakarta
|
Jawa Barat
|
Banten
|
Jawa Tengah
|
DI Yogyakarta
|
Jawa Timur
|
AKB (per 1.000 kelahiran hidup)
|
22
|
30
|
32
|
32
|
25
|
30
|
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia 2012, Laporan Pendahuluan SDKI
2012 (periode 10 tahun terakhir sebelum survei)
Kondisi KIA Kota Salatiga
Status kesehatan masyarakat Indonesia terus membaik, tetapi masih terjadi disparitas antar
wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi yang mencerminkan adanya perbedaan
akses atas pelayanan kesehatan.13 Secara umum status kesehatan masyarakat pada
kawasan Indonesia bagian timur lebih rendah jika dibandingkan dengan kawasan
Indonesia bagian barat.25 Demikian pula masih terjadi disparitas status
kesehatan antara daerah perkotaan dengan perdesaan. Status kesehatan di daerah
perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan daerah perdesaan.25
Sehingga dapat disimpulkan AKI dan AKB di perkotaan lebih rendah angkanya. Kota
Salatiga merupakan salahsatu kota diantara 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah.
Pada tahun 2013, Kota Salatiga sebagai wakil Jawa Tengah berhasil mendapatkan
penghargaan tertinggi Kota Sehat yaitu penghargaan Swastisaba Wistara oleh
Menteri Kesehatan RI.26 Dengan diberikannya penghargaan sebagai Kota
Sehat tentunya merupakan sebuah indikator terpenuhinya kebutuhan kesehatan dan
lingkungan yang sehat bagi masyarakat.
Di Kota Salatiga baik AKI maupun AKB nilainya mengalami kenaikan
maupun penurunan setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah, di tahun 2011 Kota Salatiga berada di urutan ke-3 jumlah
AKI terendah se-Jawa Tengah dan urutan ke-6 dari AKB diantara kabupaten/kota di
Jawa Tengah. Kemudian tahun 2012 jumlah AKI Kota Salatiga terendah se-Jawa
Tengah dan jumlah AKB tetap pada urutan ke-6. Dan di tahun 2013 menjadi urutan
ke-3 dari AKI begitu pula AKB di urutan ke-3 diantara kabupaten/kota di Jawa
Tengah.22 Walaupun mengalami kenaikan dan penurunan akan tetapi
nilai AKI dan AKB Kota Salatiga masih berada di tingkat yang rendah.
Tabel 1.3. AKI dan AKB Kota Salatiga tahun 2011-2013 bersadarkan
data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah22, 24
Tahun
|
2011
|
2012
|
2013
|
Angka Kematian Ibu
(se Jawa Tengah)
|
6 kasus dari 668
|
2 kasus dari 675
|
5 kasus dari 515
|
Angka Kematian Bayi
(se Jawa Tengah)
|
7,49 per 1.000 KH
|
7,14 per 1.000 KH
|
21 kasus dari 3.759
|
Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Terdapat perbedaan
data besaran AKI dan AKB yang disajikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah dengan Dinas Kesehatan Kota Salatiga. Dalam profil kesehatan Kota
Salatiga, secara umum pada tahun 2009 sampai 2012 terjadi peningkatan AKB.
Sedangkan untuk AKI sendiri nilainya mengalami kenaikan di tahun 2009 hingga
2011 dan penurunan pada tahun berikutnya.27 Menurut kepala sub
bidang Perencanaan Dinkes Kota Salatiga, baik AKI maupun AKB Kota Salatiga
dapat dikatakan rendah apabila dibandingkan secara umum se-Jawa Tengah. Akan
tetapi bagi Dinkes, angka tersebut tetap dirasa belum baik mengingat Salatiga
adalah kota yang kecil. Sebagai tenaga kesehatan bagi kepentingan masyarakat
tentu saja mengharapkan angka kematian yang seminimal mungkin sebab hal ini
berkaitan dengan nyawa seseorang.
Tabel 1.4. AKI dan AKB Kota Salatiga tahun 2008-2012 berdasarkan
data Dinas Kesehatan Kota Salatiga27
Tahun
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
Angka Kematian Ibu
(per 100.000 KH)
|
64,7
|
55,14
|
99,4
|
212,5
|
73,4
|
Angka Kematian Bayi
(per 1.000 KH)
|
5,8
|
6,8
|
9,6
|
7,4
|
11,4
|
Sumber : Profil Kesehatan Kota Salatiga
Dalam laporan penyelenggaraan pemerintah daerah (LPPD) Kota
Salatiga tahun 2009, dalam bab indikator kinerja kunci (IKK), bidang kesehatan
telah mencapai cakupan hampir mendekati 100% terhadap cakupan-cakupan dalam
pelayanan kesehatan. Cakupan tersebut antara lain cakupan komplikasi kebidanan,
persalinan oleh tenaga kesehatan, desa/kelurahan dalam imunisasi anak, balita
gizi buruk yang mendapat perawatan, penemuan dan penanganan penderita penyakit,
pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin, dan lain-lain.28
Laporan Dinas Kesehatan provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa presentase
cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kota Salatiga pada tahun 2009 telah
mencapai lebih dari 95%. Sedangkan AKI, sejak tahun 2009 sudah lebih baik dari
jumlah AKI Jawa Tengah yaitu kurang dari 117,02 bersama dengan 6 kabupaten/kota
lainnya yaitu Wonosobo, Sukoharjo, Wonogiri, Karang Anyar, Temanggung dan Kota
Semarang.29
Dalam pencapaian standar pelayanan minimal (SPM) bidang kesehatan
Jawa Tengah tahun 2011, pencapaian cakupan kunjungan ibu hamil K4 kota Salatiga
sebesar 96,25% sedangkan secara umum di Jawa Tengah pencapaiannya sebesar
93,71%. Sehingga untuk indikator kunjungan K4 ibu hamil Kota Salatiga dapat
dikatakan baik karena telah mencapai target. Secara umum pencapaian indikator
kinerja pelayanan kesehatan dasar di Kota Salatiga sudah baik yang ditandai
dengan angka cakupan yang telah melebihi target, walaupun ada beberapa yang
masih belum mencapai target yang ada.30
Tabel 1.5. Pencapaian Indikator Pelayanan Kesehatan Dasar Provinsi
Jawa Tengah dan Kota Salatiga Tahun 2011 (dalam persen)30
Indikator
|
Provinsi Jateng
|
Kota Salatiga
|
Target SPM
|
Cakupan kunjungan ibu hamil K4
|
93,71
|
96,25
|
95
|
Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani
|
75,16
|
67,42
|
80
|
Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
|
96,79
|
94,80
|
90
|
Cakupan pelayanan nifas
|
93,97
|
95,20
|
90
|
Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani
|
55,1
|
96,35
|
80
|
Cakupan kunjungan bayi
|
92,64
|
90,98
|
90
|
Cakupan pelayanan anak balita
|
81,02
|
50,75
|
90
|
Cakupan peserta KB aktif
|
76,84
|
91,43
|
70
|
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan, lebih khusus dalam
mempercepat penurunan AKI dan AKB, Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan
beberapa program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Adapun program-program tersebut
di antaranya adalah program Primary Health Care (PHC), Safe Motherhood, Making
Pregnancy Safe (MPS), Penempatan Bidan di Desa,31 Bidan Delima,7
Gerakan Sayang Ibu (GSI),10 Indonesia Sehat 2010,31
Puskesmas PONED dan Rumah Sakit PONEK,32 Desa Siaga,4
Perencanaan Persalinan dan Pecegahan Komplikasi (P4K),33 Jaminan
Persalinan (Jampersal),18 Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA)
bagi ibu hamil,32 konsep Continuum of Care,34 program di tahun
2012 yaitu program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS),35
serta Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu (RAN PPAKI)
tahun 2013-2015,36 dan lain-lain. Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) dengan stiker merupakan upaya terobosan percepatan
penurunan angka kematian ibu yang mendukung terselenggaranya program Desa
Siaga.37
Implementasi Program P4K
Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
dilaksanakan dengan tujuan antara lain supaya ibu hamil dapat merencanakan
persalinannya bersama-sama dengan keluarga dan penolong persalinan termasuk
perencanaan mengikuti metode KB pasca
melahirkan.38 Dengan program P4K dapat diketahui kapan dan dimana
persalinan ibu hamil serta bagaimana rencana persalinannya yang meliputi siapa
penolong, pendamping dan pendonor darah kemudian sarana transportasi yang
digunakan.39 Dengan tercatatnya ibu hamil ini diharapkan cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan dapat meningkat serta kejadian komplikasi dan
kematian ibu menurun angkanya karena dapat diidentifikasi lebih dini.40
Dalam program ini peran dan partisipasi suami, keluarga dan masyarakat
sangatlah besar bersama tenaga kesehatan yang kompeten.
p4k dengan stiker |
Arahan Presiden Republik Indonesia pada rapat terbatas bidang
kesehatan tahun 2008, mengamanatkan untuk dilaksanakannya percepatan penurunan
AKI dan AKB dengan pelaksanaan program P4K dengan stiker di seluruh wilayah
Indonesia beserta beberapa program lainnya.41 Program pemasangan
stiker P4K termasuk salahsatu upaya kesehatan bersifat promotif dan preventif
di puskesmas yang kegiatannya dibiayai dari dana BOK (bantuan operasional
kesehatan).42 Dengan program ini diharapkan masyarakat terberdayakan
dan menjadi mampu membangun sendiri potensi kesehatan yang ada di dalamnya.43
Cakupan P4K dapat diketahui dari tingkat cakupan K1 dan K4 oleh tenaga
kesehatan. Semakin tinggi cakupan K1 dan K4 maka semakin tinggi pula cakupan
P4K pada ibu hamil. Serta dengan mendapatkan pelayanan antenatal secara teratur
maka dapat mengidentifikasi faktor resiko kehamilan ibu yang disebabkan oleh
komplikasi kehamilan sehingga dapat diupayakan penanganan preventif maupun
kuratif.44
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai apa yang dicitakan atau menjadi tujuannya. Program P4K
merupakan salah satu bentuk implementasi kebijakan publik di bidang kesehatan.
Keberhasilan program P4K akan dapat terwujud dengan baik apabila pelaksanaan
programnya diselenggarakan sebagaimana yang diinginkan.45 Kepala
Seksi Kesehatan Keluarga (Kesga) Dinkes Kota Salatiga menjelaskan bahwa
pelaksanaan program-program KIA oleh Puskesmas dan bidan-bidan telah
dilaksanakan dengan baik berdasarkan laporan yang telah diberikan kepada seksi
Kesga. Akan tetapi untuk praktek dan kondisi di lapangan sendiri dimungkinkan
tidak sebaik yang telah dilaporkan. Untuk itu diperlukan tinjauan langsung
kepada sasaran program untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program-program
tersebut.
Menurut George C. Edwards III, terdapat empat variabel yang
menentukan keberhasilan suatu kebijakan, yaitu komunikasi (communications),
sumber daya (resources), sikap (dispositions atau attitudes)
dan struktur birokrasi (bureucratic structure).46
Variabel-variabel inilah yang dapat mempengaruhi suatu kebijakan dalam rangka
mencapai tujuannya. Keempat variabel diatas dalam model yang dibangun oleh
Edward memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dalam studi mengenai
implementasi kebijakan. Keempat variabel
ini saling bersinergi dalam mencapai tujuan dan satu variabel akan sangat
mempengaruhi variabel yang lain.47
Implementasi suatu kebijakan sangat menarik untuk dikaji serta
dijelaskan sebab berbagai hal yang tercantum di dalam dokumen kebijakan ketika
harus berhadapan dengan berbagai realitas lapangan banyak menghadapi kendala.
Kegagalan implementasi dari berbagai kebijakan ataupun program publik tentu mengundang
keprihatinan. Alasan pertama untuk prihatin adalah berkaitan dengan kerugian
secara finansial (biaya) yang harus ditanggung akibat implementasi program
tadi. Alasan kedua untuk prihatin adalah hilangnya kesempatan (lost of
opportunity) dari kegagalan implementasi berbagai kebijakan dan program
tadi.48 Dalam studi implementasi, suatu kebijakan tidak hanya
menghasilkan kebijakan yang tidak berhasil dilaksanakan akan tetapi terdapat
pula yang berhasil berdasarkan terpenuhinya indikator-indikator kebijakan
tersebut.
KESIMPULAN
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) sebagai acuan penyelenggaraan
pembangunan kesehatan menjamin tercapainya tujuan pembangunan di bidang
kesehatan demi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Kebijakan dan program kesehatan
dalam perencanaan KIA yang dalam era desentralisasi saat ini terfragmentasi
antara pusat dan daerah menimbulkan potensi hambatan untuk mencapai MDG-4 dan
MDG-5. Dengan demikian dukungan pemerintah daerah kabupaten/kota yang rendah
akan menjadi penghambat besar untuk tercapainya MDG-4 dan MDG-5 begitu pula
sebaliknya.49
Status pelayanan dan akses kesehatan yang baik ternyata tidak
menjamin baiknya AKI dan AKB di beberapa provinsi besar di Indonesia yang
justru menyumbang separuh dari total kematian ibu dan bayi secara nasional.
Dengan demikian upaya dan program percepatan penurunan angka kematian ibu dan
bayi telah dikonsentrasikan di provinsi-provinsi tersebut tidak terkecuali
provinsi Jawa Tengah sebagai salahsatu representasi nasional dalam peningkatan
kematian ibu dan anak untuk menempuh target RPJMN 2014 dan MDGs 2015. Sehingga
dengan semakin baiknya AKI dan AKB Jawa Tengah,
diharapakan akan membantu menurunkan perolehan angka secara nasional.
Berdasarkan buku saku kesehatan Jawa Tengah, besar AKI maupun AKB Jawa Tengah
secara umum berasal dari kabupaten/kota di karesidenan Pekalongan, Banyumas dan
Semarang.
Kota Salatiga yang dinobatkan sebagai kota sehat swastisaba wistara
memiliki tugas berat untuk dapat menjamin kehidupan masyarakat yang sehat dan
mandiri. Dengan berbagai upaya di bidang kesehatannya, Kota Salatiga mampu
mencapai angka kematian ibu dan bayi yang rendah sebagai indikator baiknya
pembangunan kesehatan. Rendahnya nilai AKI dan AKB tidak terlepas dari peran
berbagai pihak di bidang kesehatan baik itu pemerintah daerah, dinas kesehatan,
tenaga kesehatan dan masyarakat. Walaupun demikian, angka-angka tersebut selalu
mengalami kenaikan dan penurunan setiap tahunnya. Baiknya akses pelayanan,
kualitas pelayanan, serta kesadaran masyarakat dalam bidang kesehatan merupakan
faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat AKI dan AKB.27
Program P4K dengan stiker sebagai salahsatu kebijakan terkait KIA,
sangat ideal untuk dilaksanakan dengan baik dalam mengantisipasi berbagai
permasalahan yang terkait dengan angka kematian ibu dan bayi dengan adanya kerjasama
dari tenaga kesehatan dan masyarakat. Pelaksanaan program P4K di Kota Salatiga
telah dilaksanakan dengan baik akan tetapi perlu dilakukan kegiatan lapangan
untuk mengetahui sejauh mana program telah dilaksanakan dan bermanfaat bagi
sasaran. Sehingga tepat sekali apabila dilakukan penelitian maupun pengamatan
terkait pelaksanaan program P4K di Kota Salatiga ini. Tahun 2014 ini pula akan
dilakukan kegiatan evaluasi program P4K oleh seksi Kesga Dinkes Kota Salatiga
dengan melakukan kunjungan lapangan untuk menilai pelaksanaan program. Kepala
seksi Kesga menuturkan pula bahwa program-program KIA di Kota Salatiga
terkendala dengan kurangnya tenaga bidan. Tidak seperti halnya di Kabupaten,
bidan di Kota tidak menetap di wilayah kerjanya sehingga tidak dapat
melaksanakan perannya dengan optimal.
Teori yang dikemukakan oleh George C Edward III, salah seorang
peneliti studi implementasi kebijakan generasi kedua, berusaha mengaitkan empat
faktor yang menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan atau program.
Untuk dapat mengetahui kinerja dari program P4K di Kota Salatiga perlu
dijelaskan faktor-faktor yang berpengaruh dalam pelaksanaan program tersebut
dilihat dari variabel komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi.
*Buku pedoman P4K Depkes download
DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta:
Kemenkumham RI.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2009.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374 Tahun 2009 tentang Sistem
Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2009.
4. Handayani, S. Ilmu Politik dan Kebijakan Kesehatan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing, 2010.
5. BAPPENAS. Millennium Development Goals, The Global
Challenge: Goals and Targets. Jakarta: BAPPENAS, 2008, (http://www.undp.or.id/mdg/targets.asp).
6. Stalker, P. Kita Suarakan MDG's demi Pencapaiannya di
Indonesia. BAPPENAS dan UNDP, 2008.
7. Sujiyatini, Nilda SD. Catatan Kuliah Etika Profesi Kebidanan
Disertai Analisis Hukum Kesehatan Terkini. Yogyakarta: Rohima Press, 2011.
8. Kamus Komplit Kebidanan & Keperawatan. Yogyakarta. Mitra Buku;
2012.
9. BAPPENAS. Laporan Perkembangan Pencapaian Millennium
Development Goals Indonesia 2007. Jakarta: BAPPENAS, 2007.
10. Arifin, A, Tri JA, Made
AB, Turniani, Bambang W, Fachrudy, et al. Kajian
Pelaksanaan Kegiatan Pembinaan Kesehatan Reproduksi untuk Mempercepat Penurunan
AKI dan AKB. Hasil Penelitian DIPA 2006, 2007, Edisi 3 Desember 2007.
11. Kementerian Kesehatan RI. Data & Informasi. Jakarta: Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2011.
12. Badan Pusat Statistik
Indonesia. Laporan Pendahuluan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik,
2012.
13. BAPPENAS. Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Milenium di Indonesia. Jakarta: BAPPENAS, 2010.
14. Purnami, CT, Farid A. Modul Ilmu Kependudukan. Semarang:
Bagian Biostatistik dan Kependudukan FKM UNDIP, 2004.
15. Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah. Program Jaminan Persalinan dalam
Rangka Penurunan AKI/AKB dan Mendukung Pencapaian Target MDG's. Rakerda PKKB, Semarang, 2011.
16. World Health Organization.
World Health Statistics 2013. Geneva:
World Health Organization, 2013.
17. Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah. Peran Program
Perencanaan Persalinan & Pencegahan Komplikasi (P4K) dalam Pelaksanaan
Pembangunan Kesehatan dan KB.
Rakerda KB Jateng, Semarang, 2009.
18. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2562 Tahun 2011 tentang Petunjuk
Teknis Jaminan Persalinan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2011.
19. Departemen Kesehatan RI. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI, 2011.
20. Peluncuran Program “EMAS”. Jakarta: Kesehatan Ibu Kemenkes RI,
2012, (http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/archives/371).
21. Rahanto, S, Fachrudi H,
Umi M, Moch. Setyo P, Suci W. Upaya
Peningkatan Kerjasama Lintas Sektor dalam Rangka Akselerasi Penurunan Angka
Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi. Memoranda Kebijakan Hasil Penelitian
2006, 2007, Edisi 3 Desember 2007.
22. Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah. Buku Saku Kesehatan Triwulan
3 Tahun 2013. Semarang, 2013.
23. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2012.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2013.
24. Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah tahun 2012. Semarang, 2012.
25. Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2010 tentang RPJMN
tahun 2010-2014. Jakarta: BAPPENAS, 2010.
26. Salatiga Raih Penghargaan Tertinggi Kota Sehat. Suara Merdeka,
2013, (http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/12/03/245135/Salatiga-Raih-Penghargaan-Tertinggi-Kota-Sehat.
27. Dinas Kesehatan Kota
Salatiga. Profil Kesehatan Kota Salatiga
Tahun 2012. Salatiga: Dinas Kesehatan Kota Salatiga, 2013.
28. Pemerintah Kota Salatiga. Informasi laporan penyelenggaraan
pemerintahan daerah (LPPD) kota Salatiga tahun 2009. Salatiga: Pemerintah
Kota Salatiga, 2009.
29. Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah. Kebijakan Program Upaya
Penyelamatan Ibu, Bayi Baru Lahir, Balita dan Anak. Pertemuan Tindak Lanjut DTPS KIBBLA,
Semarang, 2010.
30. Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah. Pencapaian Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2011 Provinsi Jawa Tengah.
Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2012.
31. Maryunani, A, Eka P. Buku Saku Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K). Jakarta: Trans Info Media, 2013.
32. Sekretariat Jenderal
Kementerian Kesehatan RI. Capai Target
MDG's demi Terwujudnya Derajat Kesehatan Masyarakat yang Tinggi. 2010, (http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1802-capai-target-mdgs-demi-terwujudnya-derajat-kesehatan-masyarakat-yang-tinggi.html).
33. Jati, SP, Budiyono,
Syamsulhuda BM. Menguasai Pemecahan
Masalah Kesehatan Masyarakat dengan Pendekatan Partisipatif. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2009.
34. Langkah 1: Menggunakan konsep-konsep universal untuk memahami masalah
yang terjadi di KIA Yogyakarta: PKMK FK UGM, 2012, (http://kebijakankesehatanindonesia.net/component/content/article/87-policy-paper/700-langkah-1-menggunakan-konsep-konsep-universal-untuk-memahami-masalah-yang-terjadi-di-kia.html).
35. USAID. Expanding Maternal and Neonatal Survival
(EMAS). 2012, (http://www.usaid.gov/cgi-bin/goodbye?http%3a%2f%2fwww.adobe.com%2fproducts%2facrobat%2freadstep2.html).
36. Menkes Luncurkan RAN PPAKI 2013-2015, RAN PPIA 2013-2017 dan Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI, 2013, (http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2417).
37. Syafei, C. Program Stikerisasi VS Penurunan KIA.
Waspada Online, 2009, (http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=57191:program-stikerisasi-vs-penurunan-kia&catid=25:artikel&Itemid=44.
38. Tumirah, Anik DP, Teta PR.
Evaluasi Pelaksanaan Program Perencanaan
Persalinan Dan Pencegahan Komplikasi. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara
Forikes, 2012, Volume III No 2 April 2012.
39. Peran Dukun dalam Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) di Wilayah Kerja Puskesmas Singosari Kabupaten Malang.
Skripsi.
40. Sutritiati. Sikap Ibu Hamil tentang Program Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) di Desa Klampok Kecamatan Singosari
Kabupaten Malang. Skripsi. Malang: Politeknik Kesehatan, 2008.
41. Presiden Pimpin Rapat Terbatas Bidang Kesehatan. Buletin Infarkes
(Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan), 2008, Edisi I Februari 2008:hlm 3.
42. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 210 Tahun 2011 tentang Petunjuk
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI,
2011.
43. Halimatusyaadiah, S. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi
Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi oleh Bidan Desa di
Kabupaten Lombok Timur Tahun 2011. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro,
2011.
44. Astuti, AD, Indah R. Hubungan Penerapan Program Perencanaan
Persalinan Dan Pencegahan Komplikasi (P4K) Oleh Ibu Hamil Dengan Upaya
Pencegahan Komplikasi Kehamilan di Puskesmas Sidorejo Kidul Salatiga.
Jurnal Kebidanan, 2010, Volume II No 02 Desember 2010.
45. Dwijayanti, P. Analisis Implementasi Program Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) Ibu Hamil di Kabupaten Demak.
Semarang: Universitas Diponegoro, 2013.
46. Subarsono, A. Analisis Kebijakan Publik Konsep Teori dan
Aplikasi. 2nd ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
47. Indiahono, D. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy
Analysis. Yogyakarta: Penerbit Gava Media, 2009.
48. Purwanto, EA, Dyah RS. Implementasi Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Penerbit Gava Media, 2012.
49. Trisnantoro, L, Ova E,
Meineni S, Yulia W, Deni H, M Faozi K. Kebijakan
Mempercepat Pencapaian MDG4 dan MDG5 dalam Era Desentralisasi: Upaya Pemerintah
Pusat dan Daerah Menerapkan Kebijakan yang Mengarah ke Promotif dan Preventif.
Policy Brief, 2010, No 09 Juli 2010.
Oleh Anggit Tinarbuka
Tag: mdg-4 dan mdg-5 indonesia, mdg-4 mdg-5 jawa tengah, program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi, p4k, program kesehatan, akb aki indonesia, akb aki jawa tengah, akb aki salatiga,