Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi dan Metodologi Memahami Islam
PENGANTAR PERKULIAHAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Pendidikan
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.” (QS Al ‘Alaq 1)
Kehadiran
agama Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW, membawa perubahan
peradaban dan spritual yang begitu besar hingga dapat dirasakan sekarang ini. Wahyu
pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril as
menunjukkan betapa Islam begitu memperhatikan aspek pendidikan atau menuntut
ilmu sebagai kebutuhan manusia. Tidak hanya sebagai kebutuhan saja akan tetapi
Allah SWT mengabarkan bahwa orang-orang yang berilmu memiliki kedudukan yang
tinggi di sisi-Nya.
Apabila
kita amati dan renungkan di dalam kehidupan bermasyarakat, kita dapati bahwa
orang-orang yang memiliki ilmu, memiliki kapasitas, keahlian atau kemampuan
cenderung mendapatkan jabatan yang lebih tinggi atau taraf hidup yang lebih
baik di masyarakat. Karena dengan adanya kapasitas, keilmuan, keahlian dan
kemampuan tersebut, seseorang dapat menjalani kehidupannya, mencukupi
kebutuhannya, melakukan pekerjaan, dsb. Oleh karena itu, benarlah yang Allah
kabarkan kepada umat muslim tentang kedudukan orang-orang yang menempuh ilmu
atau pendidikan baik itu untuk dunia atau akhiratnya.
Agama Islam
Manusia perlu memahami
salahsatu hal yang menjadi fitrahnya hidup di dunia. Sebelum dilahirkan di
dunia ini, manusia terlebih dahulu telah diikat dengan sebuah perjanjian kepada
penciptanya yaitu Allah SWT. Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan
ditegaskan dalam ajaran Islam yaitu bahwa agama adalah kebutuhan fitrah
manusia.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui,” (QS Ar Ruum 30)
Berdasarkan penggalan ayat
tersebut, terlihat bahwa manusia secara fitrah merupakan makhluk yang memiliki
kemampuan untuk beragama. Sehingga agama bukanlah sebuah status saja akan
tetapi sebuah kebutuhan dan pedoman hidup. Dalam beragama Islam kita dituntut
untuk mengimani yang menjadi Rukun Iman dan menjalankan yang menjadi Rukun
Islam, serta melakukan amal-amal shalih. Inilah yang menjadikan Agama Islam
adalah agama yang sempurna yang diterangkan dalam wahyu terakhir yang diterima
Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umatnya. Dengan demikian sudah
sepantasnya kita sebagai umat muslim senantiasa memperbaiki diri dalam beragama
dan tetap berpegang teguh terhadap tali agama Allah melalui peribadatan dan
amal-amal shalih.
al quran |
Pendidikan Agama Islam dan Cakupannya
Menuntut ilmu merupakan
keharusan / kewajiban bagi setiap pribadi muslim terlebih lagi pendidikan terhadap
ilmu agama. Pendidikan agama Islam diarahkan pada pengembangan kepribadian
mahasiswa yang beragama Islam untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga
mengimani, bertakwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam. Materi-materi yang dibahas adalah materi-materi
yang sifatnya penting dan umum, yang
mencakup aspek-aspek ke-Islam-an secara luas. Pendidikan agama Islam juga mengacu kepada 4
pilar pendidikan, yaitu learning to know (belajar untuk mengetahui), learning
to do (belajar untuk melakukan/mengamalkan), learning to live together (belajar
untuk dapat hidup dalam kebersamaan), dan learning to be (belajar untuk
menjadi). Sehingga dengan pendidikan ini diharapkan pengembangan kecerdasan:
intelektual, emosional, profesional, spiritual, finansial, sosial dan estetika.
Target Pendidikan Agama Islam
Dalam mengikuti
perkuliahan ini, diharapkan mahasiswa memiliki kompetensi:
·
Kemampuan memahami pokok-pokok ajaran agama
Islam.
·
Kemampuan menerapkan ajaran Islam sebagai
sumber nilai dan landasan berfikir serta berperilaku dalam ilmu dan profesi
yang digeluti.
·
Kemampuan menyelesaikan masalah keagamaan
dasar dalam kehidupan sehari-hari.
METODOLOGI MEMAHAMI ISLAM
Dewasa ini kehadiran agama
semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam memecahkan berbagai
masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi
lambang atau berhenti sekedar disampaikan dalam khutbah, melainkan menunjukkan
cara-cara efektif dalam memecahkan masalah.
Pengertian Metodologi
Menurut bahasa
(etimologi), metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta (sepanjang), hodos
(jalan). Jadi, metode adalah suatu ilmu tentang cara atau langkah-langkah yang
di tempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Metodologi
juga disebut cara pengajaran atau penelitian.
Jadi metodologi pemahaman Islam
adalah ilmu yang membicarakan cara - cara atau langkah-langkah dalam memahami agama
Islam untuk mencapai tujuan tertentu. Metodologi yang tepat dalam memahami islam akan
mengantarkan kita terhadap pemahaman yang utuh dan integral terhadap islam.
Jadi tanpa metodologi, kita tidak akan mampu melihat isi ajaran islam dengan
baik.
Kegunaan Metodologi Memahami Islam
Sejak kedatangan Islam
pada abad ke-13M. Hingga saat ini, fenomena pemahaman ke-Islaman umat Islam
Indonesia masih ditandai oleh keadaan yang
amat variatif. Kondisi pemahaman ke-Islaman serupa ini
barangkali terjadi pula di berbagai negara lainnya. Proses pengajaran Islam hingga saat ini belum tersusun
secara sistematis sehingga terdapat sejumlah orang yang
pengetahuannya tentang ke-Islaman cukup luas dan mendalam, namun tidak
terkoordinasi dan tidak tersusun secara sistematis. Mereka biasanya datang dari
kalangan ulama yang belajar ilmu ke-Islaman secara otodidak atau kepada
berbagai guru yang antara satu dan lainnya tidak pernah saling bertemu dan
tidak pula berada dalam satu acuan yang sama semacam kurikulum. Karenanya mereka tidak dapat
ditugaskan menjadi pengajar di Perguruan Tinggi yang menuntut keteraturan dan
pengorganisasian. Atau barangkali orang yang penguasaannya terhadap salahsatu
bidang keilmuan cukup mendalam, tetapi kurang memahami disiplin ilmu ke-Islaman
lainnnya dan beranggapan bahkan meremehkan ilmu yang bukan keahliannya itu. Sehingga
dalam mengatasi suatu permasalahan mereka hanya berdasarkan paradigma ilmu yang
dikuasai tanpa memperhatikan bidang yang lainnya.
Selanjutnya
kita melihat pula munculnya paham ke-Islaman bercorak tasawuf yang sudah
mengambil bentuk tarikat yang terkesan kurang menampilkan pola hidup yang
seimbang antara urusan duniawi dan urusan ukhrawi. Dalam tasawuf ini, kehidupan dunia terkesan diabaikan.
Umat terlalu mementingkan urusan akhirat, sedangkan urusan dunia menjadi
terbengkalai. Akibatnya keadaan umat menjadi mundur dalam bidang keduniaan,
materi dan fasilitas hidup lainnya.
Pemahaman
Ke-Islaman tersebut di atas jelas tidak membuat yang bersangkutan keluar dari
Islam, namun untuk kepentingan akademis dan untuk membuat Islam lebih responsif
dan fungsional dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapi diperlukan metode
yang dapat menghasilkan pemahaman Islam yang utuh dan komprehensif.
Dari
beberapa uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa metode memiliki peranan
sangat penting dalam kemajuan dan kemunduran. Untuk mencapai suatu kemajuan,
kejeniusan saja belum cukup, melainkan harus dilengkapi dengan ketepatan
memilih metode yang akan digunakan untuk kerjanya dalam bidang pengetahuan.
Kini disadari bahwa kemampuan dalam menguasai materi keilmuan tertentu perlu
diimbangi dengan kemampuan dibidang metodologi sehingga pengetahuan yang
dimilikinya dapat dikembangkan.
Tujuan Metodologi Memahami Islam
Adapun tujuan sebuah metodologi dalam upaya mempelajari dan
memahami Islam antara lain sebagai berikut:
1.
Untuk
menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam memahami Islam atau pemahaman Islam
yang sesat.
2.
Untuk
memberikan petunjuk cara-cara memahami Islam secara tepat, benar, sistematis,
terarah, efektif, efisien, dan membawa orang untuk mengikuti kehendak agama.
Bukan sebaliknya, agama yang harus mengikuti kehendak masing-masing orang.
3.
Penguasaan
metode yang tepat akan menjadikan seseorang dapat mengembangkan ilmu yang
dimilikinya. Sebaliknya orang yang tidak menguasai metode hanya akan menjadi
konsumen ilmu semata, tidak akan memproduksi suatu ilmu.
Metodologi Memahami Islam
Dalam buku yang
berjudul Tentang Sosiologi Islam, karya Ali Syariati dijumpai uraian singkat
tentang metode memahami yang pada intinya Islam harus di lihat dari berbagai
dimensi. Dalam hubungan ini ia mengatakan jika kita meninjau Islam dari satu
sudut pandangan saja, maka yang akan terlihat hanya satu dimensi saja dari
gejalanya yang bersegi banyak. Mungkin kita berhasil melihatnya secara tepat,
namun tidak cukup apabila kita memahami secara keseluruhan. Dengan berpedoman
kepada semangat dan isi ajaran al-Quran yang diketahui mengandung banyak aspek.
Berbagai aspek yang ada dalam al-Quran jika dipelajari secara menyeluruh akan
menghasilkan pemahaman Islam yang menyeluruh.
Ali Syariati lebih
lanjut mengatakan, ada berbagai cara memahami Islam :
a.
Dengan mengenal Allah
dan membandingkan-Nya dengan sesembahan agama lain
b.
Dengan mempelajari
Kitab suci Al-Qur’an dan membandingkan dengan kitab-kitab samawi (atau
kitab-kitab yang dikatakan sebagai samawi) lainnya.
c.
Mempelajari kepribadian
Rasul Islam dan membandingkannya dengan tokoh-tokoh besar pembahruan yang
pernah hidup dalam sejarah.
d.
Mempelajari tokoh-tokoh
Islam terkemuka dan membandingkan tokoh-tokoh utama agama maupun aliran-aliran
pemikiran lain.
Pada intinya metode ini
adalah metode komparasi (perbandingan).
Secara akademis suatu perbandingan memerlukan persyaratan tertentu.
Perbandingan menghendaki obyektifitas, tidak ada pemihakan dan semacamnya.
Selain dengan menggunakan pendekatan komparasi, Ali Syariati juga menawarkan
cara memahami Islam melalui pendekatan aliran. Dalam hubungan ini, ia mengatakan bahwa tugas
intelektual hari ini ialah mempelajari dan memahami Islam sebagai aliran
pemikiran yang membangkitkan kehidupan manusia, perseorangan, maupun
masyarakat, dan bahwa sebagai intelektual dia memikul amanah demi masa depan
umat manusia yang lebih baik. Dia harus menyadari tugas ini sebagai tugas
pribadi dan apa pun bidng studinya dia harus senantiasa menumbuhkan pemahaman
yang segar tentang Islam dan tentang tokoh-tokoh besarnya, sesuai dengan
bidangnya masing-masing.
Selanjutnya, terdapat pula metode memahami Islam yang
dikemukakan oleh Nasruddin Razzak. Ia mengajarkan metode pemahaman Islam secara
menyeluruh. Cara tersebut digunakan untuk memahami Islam paling besar agar
menjadi pemeluk agama yang mantap dan untuk menumbuhkan sikap saling
menghormati terhadap pemeluk agam lain. Metode tersebut juga di tempuh dalam
rangka menghindari kesalahfahaman yang menimbulkan sikap dan pola hidup
beragama yang salah.
Untuk memahami Islam secara benar, terdapat empat cara
yang tepat menurut Nasruddin Razzak, yaitu sebagai berikut:
1.
Islam harus dipelajari
dari sumber aslinya Al-Qur’an dan hadits.
Kekeliruan memahami Islam, karena orang mengenalnya
dari sebagian ulama dan pemeluknya yang telah jauh dari bimbingan Al-Qur’an dan
Al-Sunah, atau melalui pengenalan dari sumber kitab-kitab fiqh dan tasawuf yang
semangatnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Mempelajari Islam dengan cara demikian akan menjadikan orang tersebut
sebagai pemeluk Islam yang sinkretisme, yakni bercampur dengan hal-hal yang
tidak islami jauh dari ajaran islam yang murni.
2.
Islam harus di pelajari
dengan integral
atau secara keseluruhan,
Tidak dengan cara
persial artinya ia dipelajari secara menyeluruh sebagai satu kesatuan yang
bulat tidak secara sebagian saja. Memahami Islam secara persial akan
membahayakan, menimbulkan skeptis, bimbang dan penuh keraguan.
3.
Islam perlu dipelajari
dari kepustakaan yang ditulis oleh para ulama besar dan sarjana-sarjana Islam,
Pada umumnya mereka memiliki pemahaman Islam yang
baik yaitu pemahaman yang lahir dari perpaduan ilmu yang dalam terhadap ajaran
Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah dengan pengalaman yang indah dari praktek
ibadah yang dilakukan setiap hari.
4. Islam hendaknya dipelajari dari ketentuan teologi normatif yang ada dalam
al-Qur’an, baru kemudian dihubungkan dengan kenyataan historis, empiris dan
sosiologis yang ada di masyarakat.
Selain itu Mukti Ali
juga mengajukan pendapat tentang metode memahami Islam sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ali Syariati yang menekankan pentingnya melihat Islam secara
menyeluruh. Dalam hubungan ini Mukti Ali mengatakan, apabila kita melihat Islam hanya dari satu segi
saja, maka kita hanya akan melihat satu dimensi dari fenomena-fenomena yang
multi faset (terdiri dari banyak segi), sekalipun kita melihatnya itu betul.
Islam seharusnya dipahami secara bulat, yaitu pemahaman Islam dipahami secara
komprehensif.
Metode lain yang
diajukan Mukti Ali adalah metode
tipologi. Metode ini banyak ahli sosiologi dianggap obyektif berisi
klasifikasi topik dan tema sesuai dengan tipenya, lalu dibandingkan dengan
topik dan tema yang mempunyai tipe yang sama. Metode ini juga untuk memahami
agama Islam, juga agama-agama lain, kita dapat mengindentifikasi lima aspek
dari ciri yang sama dari agama lain, yaitu 1) Aspek ketuhanan, 2) Aspek kenabian, 3) Aspek kitab suci dan 4) Aspek keadaan sewaktu
munculnya nabi dan orang-orang yang didakwahinya serta individu-individu
terpilih yang dihasilkan oleh agama itu.
Dari beberapa metode tersebut terdapat dua metode dalam
memahami Islam secara garis besar, yaitu:
1.
Metode komparasi, yaitu metode memahami Islam dengan
membandingkan seluruh aspek Islam dengan agama lainnya agar tercapai pemahaman
Islam yang objektif dan utuh. Dalam komparasi tersebut terlihat jelas bahwa
islam sangat berbeda dengan agama-agama lain. Intinya Islam mengajarkan
kesederhanaan dalam kehidupan dan dalam berbagai bidang.
2.
Metode sintesis, yaitu metode memahami Islam dengan
memadukan metode ilmiah dengan dengan segala cirinya
yang rasional obyektif, kritis dan seterusnya dengan metode teologis normatif.
Dari beberapa metode
diatas kita melihat bahwa metode yang dapat digunakan untuk memahami Islam
secara garis besar ada dua macam. Pertama metode Komparasi, yaitu suatu cara
memahami agama dengan membandingkan seluruh aspek yang ada dalam agama Islam
tersebut dengan agama lainnya, dengan demikian akan dihasilkan pemahaman Islam
yang obyektif dan utuh. Kedua, Metode sintesis yaitu suatu cara memahami Islam
yang memadukan antara metode ilmiah dengan segala cirinya yang rasional
obyektif, kritis dan seterusnya dengan metode teologis normatif.
Metode ilmiah digunakan
untuk memahami Islam yang terkandung dalam kitab suci. Melalui metode teologis
normatif ini seseorang memulai dari meyakini Islam sebagai agama yang mutlak
benar. Hal ini didasarkan pada alasan, karena agama berasal dari Tuhan, dan apa
yang berasal dari Tuhan Mutlak benar, maka agama pun mutlak benar. Setelah itu dilanjutkan dengan melihat agama sebagai
norma ajaran yang berkaitan dengan aspek kehidupan manusia yang secara
keseluruhan diyakini amat ideal.
DAFTAR PUSTAKA
Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer,
2006, Jakarta: Amanah
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, 2009, Jakarta: Rajawali Pers
Oleh Anggit Tinarbuka
Tag: pendidikan agama islam perguruan tinggi, metodologi memahami islam, pengantar perkuliahan agama islam